Ditengah ramenya isu global warming, Himpunan Mahasiswa Biologi Institut Pertanian Bogor (Himabio IPB) dan Ikatan Himpunan Mahasiswa Biologi Indonesia menyelenggarakan Seminar Nasional Sains Sebagai Penyelamat Lingkungan Senin (3/12) di Auditorium Rektorat Kampus IPB Darmaga.
Seminar ini mendiskusikan jalan keluar menekan global warming di dunia melalui berbagai aksi diantaranya dengan menanam tanaman hijau. Tanaman hijau menyerap kelimpahan karbondioksida di udara, mengubahnya menjadi karbohidrat, selulosa serta oksigen. Fiksasi kanbondioksida ini tidak hanya dilakukan oleh tanaman, sebagian besar proses autotrofi dilakukan oleh mikroba.
Selain cara konvensional, metode non konvensional menjerat karbondioksida bisa dilakukan dengan memanfaatkan biota laut yaitu ganggang (algae). "Lebih dari 90 persen kontribusi laut dalam menyusun biosfer. Paling banyak fiksasi karbondioksiada terjadi di Laut. Mikroorganisme khususnya ganggang menggunakan karbondioksida di udara untuk proses autotropik. Oleh karenan itu, laut dianggap sebagai tempat pembenaman raksasa karbondioksida," kata Guru Besar Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor, Prof.Dr.Ir. Antonius Suwanto. Vinlandia telah membudidayakan ganggang pengganti kayu sebagai bahan baku kertas. Penggunaan ganggang di sana mampu menekan upaya penebangan pohon di hutan. Tak heran hutan Vinlandia tetap terjaga kelestariannya hingga kini.
Antonius mengatakan mikroorganisme menempati hampir semua relung kehidupan dan memainkan peranan penting dalam kesehatan planet bumi. Potensi pemanfaatan mikroba ini sangat besar. Di Indonesia saja belum banyak penelitian tentang pemanfaatan mikroba dari sumber air panas (hot spring). Padahal Indonesia memiliki banyak gunung berapi dan sumber air panas. Antonius mencontohkan mikroba akuavex dari pegunungan Dieng bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pohon buatan yang mengurangi pencemaran karbondioksida. "Mikroba dapat menjadi penyebab atau korban, namun juga dapat menjadi penyelamat alami mengatasi pemanasan global."
Antonius juga mengkritisi ilmu Biologi saat ini yang kehilangan arah fokusnya. "Ilmu Biologi ibarat mata air yang mensuplai berbagai ilmu-ilmu hilir. Untuk menggiatkan penemuan-penemuan baru di bidang Ilmu Biologi, perlu ada revitalisasi Ilmu Biologi dalam perguruan tinggi," ujarnya.
Seminar yang dibuka Dr.Ir.Ibnul Qoyyim dan Perwakilan Direktorat Kemahasiswaan, Ir.Bambang Riyanto ini juga menghadirkan pembicara lain seperti Prof.Dr.Ir.Irsal Ias, M.S (Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian), Prof.Dr.Ir. Mien Rifai (Emeritus Bidang Botani Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan Dr.Sutrisno (Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian).
Seminar ini mendiskusikan jalan keluar menekan global warming di dunia melalui berbagai aksi diantaranya dengan menanam tanaman hijau. Tanaman hijau menyerap kelimpahan karbondioksida di udara, mengubahnya menjadi karbohidrat, selulosa serta oksigen. Fiksasi kanbondioksida ini tidak hanya dilakukan oleh tanaman, sebagian besar proses autotrofi dilakukan oleh mikroba.
Selain cara konvensional, metode non konvensional menjerat karbondioksida bisa dilakukan dengan memanfaatkan biota laut yaitu ganggang (algae). "Lebih dari 90 persen kontribusi laut dalam menyusun biosfer. Paling banyak fiksasi karbondioksiada terjadi di Laut. Mikroorganisme khususnya ganggang menggunakan karbondioksida di udara untuk proses autotropik. Oleh karenan itu, laut dianggap sebagai tempat pembenaman raksasa karbondioksida," kata Guru Besar Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor, Prof.Dr.Ir. Antonius Suwanto. Vinlandia telah membudidayakan ganggang pengganti kayu sebagai bahan baku kertas. Penggunaan ganggang di sana mampu menekan upaya penebangan pohon di hutan. Tak heran hutan Vinlandia tetap terjaga kelestariannya hingga kini.
alga hijau, dapat mengurangi efek global warming
Antonius mengatakan mikroorganisme menempati hampir semua relung kehidupan dan memainkan peranan penting dalam kesehatan planet bumi. Potensi pemanfaatan mikroba ini sangat besar. Di Indonesia saja belum banyak penelitian tentang pemanfaatan mikroba dari sumber air panas (hot spring). Padahal Indonesia memiliki banyak gunung berapi dan sumber air panas. Antonius mencontohkan mikroba akuavex dari pegunungan Dieng bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pohon buatan yang mengurangi pencemaran karbondioksida. "Mikroba dapat menjadi penyebab atau korban, namun juga dapat menjadi penyelamat alami mengatasi pemanasan global."
Antonius juga mengkritisi ilmu Biologi saat ini yang kehilangan arah fokusnya. "Ilmu Biologi ibarat mata air yang mensuplai berbagai ilmu-ilmu hilir. Untuk menggiatkan penemuan-penemuan baru di bidang Ilmu Biologi, perlu ada revitalisasi Ilmu Biologi dalam perguruan tinggi," ujarnya.
Seminar yang dibuka Dr.Ir.Ibnul Qoyyim dan Perwakilan Direktorat Kemahasiswaan, Ir.Bambang Riyanto ini juga menghadirkan pembicara lain seperti Prof.Dr.Ir.Irsal Ias, M.S (Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian), Prof.Dr.Ir. Mien Rifai (Emeritus Bidang Botani Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan Dr.Sutrisno (Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian).
No comments:
Post a Comment