Metode penelitian konvensional dinilai memiliki banyak cacat terutama bagi peneliti muslim. " Peneliti yang memakai metode penelitian yang berlaku saat ini akan menimbulkan banyak masalah diantaranya tidak memiliki cukup alat analisa dan beranekaragam persoalan strategi. Apalagi penelitian yang berkaitan dengan bidang kajian agama Islam," ungkap Direktur Pusat Pengajian Sains Kemasyarakatan, Universiti Sains Malaysia, Prof. Muhammad Syukri Salleh dalam Diskusi Ekonomi Pembangunan Departemen Komunikasi Pembangunan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (IPB) Kamis (27/12) di Kampus IPB Darmaga. Bidang kajian keislaman mencakup antara lain: pengkajian Islam murni, ilmu kekinian dari perspektif Islam dan Islam atau kemusliman yang ditinjau dari perspektif ilmu kekinian.
Metode penelitian konvensional berasal dari pemikiran Barat ini dinilai hanya mengumpulkan pengetahuan melalui perhatian, data, dan penganalisisan sebab akibat dari interaksi perubah-perubah saja. Kaidah peneliltian tersebut juga digunakan untuk meneliti dan menanggapi realitas yang didasarkan ilmu daruri (pengamatan indera) dan dalil aqli (berdasar akal semata). Bukan dengan ilmu nadhari dan dalil naqli (berdasar nash kitab suci).
"Penggunaan kaidah penelitian konvesional kadang malah membahayakan akidah Islam. Misalnya, penggunaan pemikiran sebagai asas sosial yang berasal Auguste Comte, Herbert Spencer, Max Weber, Karl Marx. Begitu pula sifat Sains Sosial pada umumnya yang anti-dogmatis, anti-teologi, dan bebas nilai," kata Syukri.
Syukri kemudian mengemukakan pandangannya terhadap pemikiran Herbet Spencer, Max Weber dan Karl Max. Herbert Spencer menyatakan persaingan sebagai pendesak sosial yang dinamik. Menurut Syukri teori yang dipengaruhi Darwinisme ini yang bisa mematikan ukhwah (persaudaraan) dan menafikan Adam serta tanah sebagai asal kejadian manusia.
Pemikiran Max Weber yang memunculkan kaidah tanpa nilai dalam mengamati fenomena dan realitas sosial. Syukri memandang Max memisahkan teologi (agama) dari pengamatan realitas sosial. Padahal, jelas Syukri, teologi adalah pengukur benar tidaknya realitas tersebut. Ia kemudian mencontohkan pola penggunaan nafsu, kemiskinan dan jiwa versi Max Weber malah mengumbar keserakahan manusia.
"Pemikiran Determinisme Karl Marx yang menganggap keyakinan substruktur (ekonomi) menentukan superstruktur (agama, perundangan, pemerintahan, kebudayaan, dan sebagainya) menafikan agama (Islam) sebagai penentu keseluruhan aspek hidup manusia," ujar Syukri tegas. Diskusi terbatas yang dimoderatori Ketua Departemen Komunikasi Pembangunan Masyarakat IPB, Dr. Lala M. Kolopaking dihadiri staf pengajar departemen Komunikasi Pembangunan Masyarakat IPB, dan mahasiswa pasca sarjana.
No comments:
Post a Comment